Sejak dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat bulan Januari lalu, setidaknya sudah dua kali Joe Biden menyinggung Indonesia manakakala membicarakan dampak pemanasan global yang memicu perubahan iklim dan mendorong kenaikan permukaan air laut.
Pertama saat ia berbicara di Pangkalan Militer AS di Mildenhall, Inggris pada 9 Juni lalu. Kedua, tanggal 27 Juli lalu di Kantor Direktur Intelijen Nasional di Mclean, Virginia.
Joe Biden mengatakan, “(Setelah saya terpilih) Departemen Pertahanan mengatakan ancaman terbesar yang dihadapi Amerika: perubahan iklim.”
Lanjutnya, dengan asumsi kenaikan permukaan air laut setinggi 2,5 kaki atau setara 76 centimeter, di Afrika Utara jutaan orang akan berimigrasi dan memperebutkan tanah yang subur, dan mungkin sekali akan saling bunuh.
“Apa yang terjadi -- apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?” kata Joe Biden lagi sambil bertanya dan mengajak pendengarnya untuk memikirkan hal itu dengan sungguh-sungguh.
Soal pemanasan global dan perubahan iklim ini tentu bukan barang baru. Di tahun 2006, mantan Wakil Presiden AS Al Gore memproduksi film dokumenter untuk mempromosikan bahaya pemanasan global bagi dunia. “An Inconvenient Truth” judulnya.
Film itu dan gagasan pemansan global mencuri perhatian masyarakat dunia untuk waktu yang cukup lama.
Ahli lingkungan Indonesia, Prof. Emil Salim, usai menonton film itu di tahun 2007 berkata kepada saya dengan kenaikan permukaan air laut setinggi 1 meter atau setara 3,2 kaki, Indonesia akan kehilangan 2.500 pulau, dan Pulau Jawa yang merupakan pulau dengan jumlah penduduk paling padat di negeri ini akan menjadi yang sangat terdampak.
Lama setelah itu, pemanasan global dan perubahan iklim tak lagi terdengar nyaring. Hanya sayup-sayup, terutama bila ada hujan yang sangat deras di berbagai wilayah Indonesia, khususnya Jakarta, yang memicu banjir besar. Dan pada gilirannya banjir besar itu pun memicu perang opini publik. Saling menyalahkan.
Di luar itu, ia nyaris tak dibicarakan dengan sungguh-sungguh, sampai Joe Biden kembali menyampaikannya di Mildenhall, Inggris dan Virginia, AS.
Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas dalam program BlowBack! di Kantor Berita Politik RMOL mengatakan, kenaikan permukaan air laut memang dapat dideteksi dengan menggunakan Satelit Altimetri. Namun kenaikannya tidak cukup signifikan. Hanya sekitar 6 milimeter dalam satu tahun.
Apa yang paling mengancam Indonesia, menurut Ketua Bidang Kebencanaan Ikatan Alumni (IA) ITB itu adalah penurunan tanah.
“Pakai kata tenggelam itu mengerikan. Saya banyak diprotes. Tetapi memang ada potensi tenggelam,” demikian Heri Andreas. []